.

.


           Matematika, sebuah kata yang terkadang membuat bulu kuduk ini begitu enggan untuk berdiri, begitu malas rasanya ketika Allah menakdirkan di semester kali ini ada mata kuliah bernama Konsep dasar Matematika. Fiuhh...

                KAIL berangkat dari sebuah fenomena yang ternyata bukan hanya dirasakan oleh beberapa pribadi dari personil kail sendiri, tapi oleh beberapa kader HIMI pun
dirasakan demikian, matematika masih dianggap sesuatu bule asing yang baru masuk kampung, begitu segan, enggan, males dan “rujak” perasaan pun dirasakan, akhirnya berniat untuk membongkar dan menyentuh sisi matematika dari dunia islam dalam kajian perdana JiRuMi = Kajian Rutin Himi Persis. Dengan pemateri yang luar biasa, T Rina Shalihat dari Pendidikan Matematika semester 7 sekaligus Ketua Umum HIMI Persis UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2012-2013 ini. Kajian dimulai pada pukul 04.30. mau tau apa aja yang dibahas??????? Masih banyak ternyata misteri dari matematika itu sendiri,,, tapi appp aaaa ya....
Ini dia......
                Ketika berbicara misteri berarti masih ada sesuatu yang disembunyikan, t rina mengawalinya, berarti berbicara mengenai sejarah. Matematika sendiri pertama kali ditemukan dari sebuah peradaban kecil Suku Babilonia dari Yunani yang kala itu berdiam di sekitar daerah Sungai Tigris, kenapa kala itu? Karena ternyata suku dari Babilonia ini hidupnya masih belum menatap sahabat... mereka masih berpindah-pindah atau bahasa kerennya, masih nomaden. Maka, merekapun masih terbiasa mengembala ternak-ternak sebagai bahan makanan mereka.
                Karena mereka tinggal di darerah sungai, dan Allah menakdirkan Sunagi Tigris itu selalu pasang ketika hujan turun, maka mereka pun terheran-heran, kenapa ya, ketika pasang itu ternak mereka ibaratkan kambing, selalu saja ada yang hilang satu demi satu, walaupun mereka masih selalu berhusnudzan dengan mengatakan.. ah.. ngga, mungkin memang seperti ini, mungkin memang segini (khayalan perkataan..he), kenapa seperti itu?.. sahabat, ternyata merekapun masih belum mengenal angka dan bilangan. Suatu hari, kekesalan dan keheranan itu pun sudah memuncak sehingga mereka mencari cara dan berpikir bagaimana ya, supaya ternak mereka tidak hilang lagi ketika air sungai pasang. Tanpa disadari, titik mula sejarah sedang diukir disana, mulailah mereka menyamakan satu benda dengan benda yng lain yang lebih diam, mereka mengikat ternak mereka pada masing-masing satu batu yang berada di sungai. Sip,, sudah, dan ketika dilihat keesokan harinya ketika sungai pasang lagi, ternak mereka tetap hilang satu akan tetapi batu yang asalnya ternak itu diikatkan padanya tetap ada di tempatnya... mmh... mulailah terpikir dan mulai ada penjumlahan dan pengurangan yang dilakukan dengan mengurangi jumlah batu pada jumlah ternak yang masih ada.
                Sahabatku, ternyata sebuah peradaban itu bisa dimulai dari siapa saja, bahkan dari sebuah suku kecil yang masih sangat primitif di Babilonia sana, o iyaa,, daerah besar yang ada disana bisa dikenal sekarang atau dulu dengan Mesopotamia. Pesan dari ketum HIMI, intinya (ada kata yang dirubah kayanya..he),,”Suku Babilonia sana yang kecil dan masing sangat primitif itu masih bisa untuk selalu berjuang dan mengukir sebuah prestasi dan peradaban, apalagi HIMI yang kadernya luar biasa, pada intelektualitasnya tinggi, harus bisa mengukir sejarah dan mencetak sebuah peradaban yang lebih hebat dari itu.”
                Nah, sekarang kita melaju pada tingkatannya, tingkatan peradaban matematika itu sendiri, pada dasarnya ada empat:
1-      Matematika Primitif, seperti yang terjadi dan dialami oleh Suku Babilonia diatas.
2-      Matematika demonstratif
3-      Matematika Hindu-Arab, dan
4-      Matematika Modern (saat ini)
Karena judulnya itu dalam jejak langkah dunia islam, maka yang perlu di garis bawahi adalah no. 3, matematika hindu-arab, kenapa bisa seperti itu ya? Hindu yang sudah jelas beragama hindu, kenapa harus dikaitkan dengan dunia arab yang notabene lebih dikenal dengan keislamannya??. Ternyata, mungkin itu dilihat dari berbagai segi, yang penulis pikirkan sendiri adalah mungkin setelah dulu diawali dari daerah Mesopotamia yang dikenal masih suka menyembah patung-petung yang merupakan identitas yang paling mencolok dari hindu itu sendiri langsung banting stir ke dunia islam, tepatnya pada masa Dinasti Abbasyiah dengan Abdurrahman Ad-Dakhilnya.
Hmm.. Dinasti Abbasyiah, memiliki dua ibu kota, yakni di Baghdad yang dikenal dengan negara 1001 malam karena perkembangan ilmunya, dan di Andalusia, Spanyol. Pada era dinasti Abbasyiah ini islam memang sedang mengalami kemajuan yang luar biasa dalam bidang keilmuan dan intelektualitas, berbalik dengan dunia Eropa, di Andalusia sedang dikenal dengan abad pertengahan, suatu abad kegelapan dunia barat (The Dark Age).
Dengan khalifah nya al-Ma’mun, dunia islam kala itu, para ilmuawan di beri kebebasan yang demikian besar dalam mengembangkan keimuannya dalam berbagai bidang, termasuk dalam matematika, para ilmuwan islam berbondong-bondong menerjemahkan buku dari berbagai bahasa untuk dipelajari lebih lanjut. Di dunia matematika pun mulailah bermunculan para ahli, diantara yang paling terkenal Abu Musa Al-Khawarizmi sebagai penemu bilangan “0” dan beliaupun menulis buku yang berjudul Al-Jabar Al-Mutaqabbala. Selain beliau ada juga seorang ahli matematika lain yang dikenal telah menemukan geometri namanya Euclid.
Setelah matematika ada, maka angka pun mulai dikenal dengan mengadopsi dari hurf arab, sehingga dikenal sekarang ada 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Mmh.. ketika sedang maraknya perkembangan itu, ada sebuah hantaman datang merembuk kekuasaan islam, ya betul... Perang Salib, diceritakan dalam sejarah, sebab musabab terjadinya perang salib itu sendiri, adalah sebuah keadaan dimana orang kristen khususnya sedang begitu marah dan dendam kepada umat islam dan mereka selalu ada dalam kegelapannya, maka merekapun menyusun sebuah rencana untuk memerangi umat islam dengan diawali adanya pertemuan dari para rahib-rahib atau pendeta mereka. Maka, setelah menyusun sebuah rencana, diutuslah seorang yang bernama Gaus yang dikenal suka sekali melakukan travelling untuk belajar pada umat islam di Baghdad, utusan itu berasal dari Italia. Dikarenakan pada dasrnya mungkin inii sebuah prinsip bahwa ilmu itu harus dibagi dan diamalkan tanpa terbnatas pada ruang dan waktu, maka Gaus pun diterima dengan tangan terbuka oleh para ulama islam kala itu.
Ketika perang salib mulai digaungkan oleh umat kristen dan keadaan umat islam waktu itu berada diambang jurang kekalahan, umat kristen secepat kilat melakukan sebuah pembakaran massal pada perpustakaan umat islam yang ada di Baghdad, sehingga buku-buku apapun yang ada di sana sudah di bumi hanguskan, tidak tersisi satu pun. Akan tetapi, pintarnya mereka (entahlah pintar atau mungkin licik ya..) mereka sudah mempunyai sebuah back up data dari hampir semua buku-buku pokok dari umat islam. Perang Salib seperti dikenal dalam sejarah, pada akhirnya umat islam menuai kemenangan dengan pahlawan perang salib Shalahudin Al-Ayyubi. Dibalik kemenangan umat islam itu pun, kita mengalami sebuah kekalahan yang luar biasa, sebuah karya terbaik umat islam hampir semuanya musnah dan diambil alih oleh orang-orang kristen. Disanalah awal mula islam jatuh dan kristen Eropa berjaya dengan menterjemahkan buku-buku yang diambil alih dari umat islam dan dikembangkan dan mulai mengatasnamakan diri sebagai para penemu yang melindas penemu sebelumnya dari umat islam itu sendiri.
Begitupun matematika, matematika adalah sebuah ilmu yang begitu dianjurkan oleh Al-Qur’an dengan ilmu faraidhnya dengan begitu banyak kata hisab dalam al-Qur’an dan dengan segala hal yang ada dilingkungan umat manusia secara keseluruhan, maka ketika kita berdoa utnuk menjauhkan kita dari matematika maka seyogyanya kita berdoa untuk dijauhkan dari sebuah lingkungan kehidupan.

created by : Risda Davila (Bidang Kajian Intelektual)

Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top