Pada dasarnya manusia
dilahirkan ke dunia tidak mengetahui apa-apa, namun Allah memberikan
seperangkat alat untuk berkembang. Dengan alat itu manusia dapat berkembang dan
menjadi cerdas. Di antaranya Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan
hati.
Al-Quran, surat An- Nahl:78
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ
أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ
وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dalam perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dan Ia memberimu pendengaran penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.”
Allah berfirman di dalam Al Qur'an, "Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (Surat 33. AL AHZAB - Ayat 21)
Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar Ibnu
Hazm sebagai berikut, "Perhatikanlah, apa yang berupa hadits Rasulullah
saw. maka tulislah, karena sesungguhnya aku khawatir ilmu agama tidak
dipelajari lagi, dan ulama akan wafat. Janganlah engkau terima sesuatu selain hadits
Nabi saw.. Sebarluaskanlah ilmu dan ajarilah orang yang tidak mengerti sehingga
dia mengerti. Karena, ilmu itu tidak akan binasa (lenyap) kecuali kalau ia
dibiarkan rahasia (tersembunyi) pada seseorang." (Ringkasan Shahih Bukhari, Al-Albani,
Kitab Ilmu, Bab 35).
Ketika bayi lahir kedunia ia tidak akan langsung dapat berkata atau berdiri secara serentak. Begitupun Seseorang yang pandai akan suatu
keilmuan, tentulah memiliki beberapa proses yang tidak sebentar untuk menjadi
seorang yang menjabat gelar ulul ilmi. Banyak tempuhan jalan yang dilalui
seorang ahlul ilmi, Hadits di atas
menjelaskan kepada kita akan pentingnya menulis tatkala seseorang dalam mencari
ilmu, karena dengan menulis kita dapat mengingat kembali tatkala lupa dengan
membuka lembaran-lembaran yang telah ditulis dalam mencari kewajiban dalam
mencari ilmu.
Kata ilmu
dengan berbagai bentuknya
terulang 854 kali dalam Al-Quran.
Kata ini digunakan dalam
arti proses pencapaian pengetahuan
dan objek pengetahuan.
'Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai
ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata 'alam (bendera), 'ulmat
(bibir sumbing), 'a'lam (gunung-gunung), 'alamat (alamat), dan sebagainya.
Ilmu adalah pengetahuan yang jelas
tentang sesuatu. Sekalipun
demikian, kata ini berbeda dengan
'arafa (mengetahui)' a'rif (yang mengetahui), dan ma'rifah (pengetahuan). (M.
Quraeshihab -wawasan Al-Qur’an )
Jika
lebih spesifik kata ‘uulul ‘ilmi ini hanya diungkapkan satu kali saja
yaitu dalam Q.S Ali Imrân ayat 18. Di mana ayat ini berkenaan dengan kesaksian
para malaikat serta orang-orang yang berilmu bahwasannya tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah SWT Yang Maha Adil.
yÎgx© ª!$# ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd èps3Í´¯»n=yJø9$#ur (#qä9'ré&ur ÉOù=Ïèø9$# $JJͬ!$s% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ 4 Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd âÍyêø9$# ÞOÅ6yÛø9$# ÇÊÑÈ
18. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Kemudian dalam ayat
ini terdapat hal yang sangat menarik perhatian kita yaitu mengenai kedudukan
mulia yang diberikan Tuhan kepada ûlûl‘ilmi, yakni orang-orang yang
mempunyai ilmu di dalam ayat ini. Setelah Tuhan menyatakan kesaksian-Nya yang
tertinggi sekali, bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan kesaksian itu datang dari
Allah sendiri, maka Tuhan pun menyatakan pula bahwa kesaksian tertinggi itupun
diberikan oleh malaikat. Setelah itu kesaksian itupun diberikan pula oleh
orang-orang yang berilmu. Artinya tiap-tiap orang yang berilmu, yaitu orang
yang menyediakan akal dan pikirannya buat meyelidiki keadaan alam ini, baik di
bumi ataupun di langit, di laut dan di darat, di binatang, di tumbuh-tumbuhan,
niscaya manusia itu akhirnya akan sampai juga, tidak dapat tidak kepada
kesaksian yang murni, bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah. Itulahpula
sebabnya maka di dalam surat Fathir (35 ayat 28) tersebut, bahwa yang bisa
merasai takut kepada Allah itu hanyalah ulama, yaitu ahli-ahli ilmu
pengetahuan.( Hilman Fitri:2013).
Bahwa dalam al Quran
orang yang berilmu (ûlûl‘ilmi) ialah seseorang yang memiliki suatu jenis
pengetahuan manusia yang diperolehnya melalui riset terhadap objek- objek yang
empiris sehingga ia mengetahuinya secara mendalam sampai menemukan hakikat ilmu
tersebut. Adapun mengenai karakteristik orang yang
berilmu (ûlûl‘ilmi) dalam al Quran ialah sebagai berikut: (1) Adanya
perasaan takut kepada Allah Ta’ala Q.S Fathir [35] ayat 28, (2) Mengetahui,
mengakui, serta memiliki keyakinan akan keesaan Allah Ta’ala. Senantiasa
mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. (2) Senantiasa mengamalkan ilmunya dengan
ikhlas. ( Hilman
Fitri:2013).
Di
zaman masa colonial belanda, Indonesia dilanda zaman jailiyyah dimana kegelapan
menyelimuti negeri ini dengan batasan berfikir, dan keyakinan pintu ijtihad
telah tertutup. Disinilah peran dari sebuah diskusi yang dipimpin oleh K.H Zam
zam yang menjadikan suatu pembaharu dimasa Indonesia dipengaruhi kultur dari
belanda, dengan semangatnya yang mengema hingga berdakwah tidak dapat
dipadamkan. Menyebarkan islam dan memahamkan akan wajibnya menuntut ilmu dari
sejak dini hingga akhir hayat, serta meninggalkan taklid buta.
Ulul ilmi tidak hanya sebatas ia gemar dalam mencari
ilmu, namun ia juga faham akan bagaimana ia menyikapi suatu ilmu yang telah ia
kuasai jika bertentangan dengan yang maha luas ilmunya yang tertera dalam al
quran, ia akan mengembalikan nya segala urusan kepada al quran. Karena keyakinannya bahwa hanya yang maha
tinggilah yang bersemayam di arasy yang maha sempurna. Cuplikan cerita mengenai
nabi musa yang sombong akan keilmuannya yang sangat tinggi sehingga dia lupa
akan siapa yang telah melebihkan ilmu kepadanya merupakan suatu kisah yang
menginspirasi bagi setiap pencari sejati akan keilmuan dan menjadi sebuah
hikmah yang tidak ternilai harganya yang tertera dalam kitab yang mulia.
Dalam
sebuah hadits rasulullah saw bersabda : “ semua amalan akan terputus
bagi seorang mayit, kecuali tiga, yakni doa anak shaleh, amal jariyyah, dan
ilmu yang bermanfaat.”
Dalam
al quran banyak sekali perintah berfikir, dengan itulah allah menciptakan otak
untuk dipergunakan manusia untuk berfikir, maka apakah yang menjadi hambatan
untuk kita mencari ilmu. Maha besar allah yang telah menciptakan sesuatu tanpa sia sia. Sebagai mahluk yang
diciptakan bagi seorang ulul ilmi ialah tidak hanya ia gemar dalam mencari ilmu
dan mengikuti berbagai kelompok diskusi untuk saling bertukar pikiran, namun
dengan pandai bersyukur dan memahami al quran serta mengembalikan segala sesuatu yang ia dapat
perdebatan didalamnya dengan mengembalikan urusan keilmuan nya kepada al quran,
tidak mengorek hingga akar yang berujung pada ateis.
Karena
keilmuan yang diberikan ole allah kepada manusia adalah bagaikan setetes air
dilautan, karenanya tidaklah patut bagi seorang ilmuan lantas sombong akan
keilmuan yang ia miliki.
Inilah
artikel yang ditulis khusus yang berisi
mengenai sikap seorang muslim dalam memahami ulul ilmi terkhusus untuk mahasiswi PERSIS yang memiliki
motto innamal ilmu bit ta’alum, yang kami susun secara teliti , yang bersumber
dari al quran dan kitab hadits terpercaya, insya Allah , menyorot ijtihad
PERSIS (uyun kamiludin) , arrisalah (nasrudien syarief), Wawasan Al-Qur’an (Dr.
M. Quraish Shihab), dan media online “KAJIAN SEMANTIK KONSEP “ULUL ‘ILMI”
DALAM AL-QURAN ~ HIMA PERSIS PK UPI.htm (Hilman Fitri) Mudah-mudahan artikel ini
dapat menjadi salah satu jalan dari-Nya agar kita dapat mengenal, belajar dan
memahami ulul ilmi. Dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan kita
sehari-hari. Amiin.
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,